Maret 27, 2024

Special Report: Jalan Panjang Menuju Pemulihan Iklim

Hutan rawa gambut merupakan salah satu kawasan terpenting di planet kita. Habitat ini menyimpan lebih banyak karbon dibandingkan gabungan dari seluruh hutan hujan di dunia. Sebaliknya, ketika lahan gambut rusak akibat kebakaran dan penggundulan hutan, dapat menjadi masalah besar, karena hal ini akan bertanggung jawab atas hampir 5% emisi gas rumah kaca antropogenik global. Karena itu, perlindungan hutan rawa gambut menjadi langkah penting menuju pemulihan iklim.

Selama 10 tahun terakhir, Restorasi Ekosistem Riau (RER) telah bekerja di salah satu area lahan gambut terakhir yang tersisa di Indonesia, yakni di Semenanjung Kampar di Riau, untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi selama beberapa dekade terakhir. Dalam praktiknya, perbaikan ini mencakup regenerasi hutan, pembasahan kembali rawa gambut, dan perlindungan lanskap dari kebakaran, sekaligus menjadikan area ini sebagai pusat kemajuan ilmu pengetahuan iklim.

Dalam artikel ini, kita akan meninjau kembali progres RER selama satu dekade sekaligus menatap masa depan yang lebih berkelanjutan, di mana lingkungan lahan gambut dapat menjadi penggerak perkembangan iklim yang positif.

Memulihkan hutan setelah degradasi bertahun-tahun

Sebelum RER didirikan pada tahun 2013, lanskap telah dirusak oleh pembalakan liar dan komersial selama bertahun-tahun. Saluran drainase telah menurunkan muka air tanah, mengeringkan lahan gambut dan menjadikannya rentan terhadap kebakaran. Ini merupakan ancaman besar bagi lingkungan sekitar dan potensi bencana bagi iklim.

Salah satu langkah pertama adalah menganalisis kerusakan. RER bekerja sama dengan Fauna & Flora untuk melakukan analisis dasar terhadap keanekaragaman hayati di area tersebut, mengukur stok karbon yang tersisa, dan mengenal masyarakat lokal untuk melihat bagaimana mata pencaharian terhubung dengan lanskap. Hasil analisis kemudian menjadi masukan intervensi dan memberikan acuan untuk kemitraan baru yang berkelanjutan.

Awalnya, tujuannya adalah mengurangi gangguan manusia, dengan pos penjagaan yang ditempatkan di titik akses dan jalur melalui hutan. RER juga merekrut jagawana (ranger) dari masyarakat lokal, dan bermitra dengan nelayan lokal serta profesi lainnya yang bergantung pada hutan untuk membantu membuat operasi yang lebih berkelanjutan. Pengurangan kerusakan kemudian berkembang menjadi pemulihan, menggunakan serangkaian praktik pengelolaan untuk meregenerasi hutan dan lahan gambut.

Regenerasi aktif

Di banyak area, yang alam butuhkan untuk pulih kembali hanyalah dibiarkan saja. Teknik ini, dikenal sebagai ‘regenerasi alami’, merupakan pendekatan yang paling efisien dalam hal biaya dan tenaga kerja. Namun, di beberapa area, di mana degradasi telah merusak lanskap melebihi kapasitasnya untuk memperbaiki diri sendiri, alam memerlukan bantuan kita.

Area-area tersebut mencakup sekitar 1% dari total kawasan hutan. Di sinilah RER menggunakan pendekatan ‘regenerasi aktif’; mengumpulkan bibit pohon sehat dari sekitar hutan dan memeliharanya di tempat pembibitan RER, sebelum menanamnya kembali di lokasi yang terdegradasi. Pendekatan ini adalah cara tercepat untuk memulai pertumbuhan baru, terutama di area di mana penumbuhan kembali tidak mungkin terjadi.

Enam bulan setelah penanaman, dilakukan pemeriksaan survival

Enam bulan setelah penanaman, dilakukan pemeriksaan survival, dan bibit yang mati diganti dengan bibit baru. Target RER dalam melakukan regenerasi aktif di lokasi yang terdegradasi adalah menanam 400 pohon per hektar dengan jarak tanam 5×5 meter.

Membasahi kembali lahan gambut

Tanah gambut yang sehat mengandung sekitar 80% air. Sebelum RER didirikan, saluran drainase yang ditinggalkan oleh kegiatan penebangan hutan menyebabkan oksidasi dan penurunan permukaan tanah, sehingga mengeringkan lahan dan meningkatkan risiko kebakaran. Dan ketika lahan gambut terbakar, CO2 dalam jumlah berbahaya dan emisi gas rumah kaca lainnya akan dilepaskan ke atmosfer.

Fokus utama tim RER adalah melindungi dan memulihkan tanah gambut, sehingga tanah dapat terus menyimpan karbon dalam jumlah besar. Tim RER memasang bendungan karung pasir dengan kemiringan 40 cm untuk menutup kanal. Setiap bendungan terdiri dari sekitar 150–200 karung pasir, yang diangkut sejauh 50 km ke dalam hutan oleh tim lapangan RER. Setelah dipasang, bendungan ini akan membanjiri area hutan di sekitarnya, sehingga menjaga tanah gambut tetap lembap, sehat, dan aman.

Hingga saat ini, RER telah memasang 87 bendungan dengan panjang 148,6 km. Sebanyak 28 kanal telah ditutup sejauh ini, sebagai bagian dari rencana yang lebih luas untuk ‘membasahi kembali’ sekitar 9.300 hektar hutan.

Melindungi lanskap dari kebakaran

Terlepas dari semua upaya untuk menjaga lanskap tetap basah, Riau masih rentan terhadap kekeringan akibat perubahan iklim musiman. Selama musim kemarau, khususnya selama fenomena El Niño Southern Oscillation (ENSO), lanskap dapat menjadi rentan terhadap kebakaran hutan.

Menanggapi hal ini, RER membentuk program manajemen kebakaran yang berfokus pada pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons cepat. Tim melakukan analisis risiko bahaya tahunan untuk mengidentifikasi dan menangani potensi titik api, sementara Peringkat Bahaya Kebakaran (FDR/Fire Danger Rating) harian dihitung dan ditampilkan pada papan informasi.

RER membentuk program manajemen kebakaran yang berfokus pada pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons cepat

Didukung patroli hutan, pemantauan drone, dan peningkatan kepedulian bersama masyarakat lokal, pendekatan holistik ini berhasil mencegah terjadinya kebakaran. Sejak tahun 2014, tercatat tidak ada insiden kebakaran di kawasan RER di Semenanjung Kampar.

Memajukan ilmu pengetahuan iklim

Meskipun hutan rawa gambut penting bagi iklim bumi, hanya sedikit informasi yang diketahui mengenai kawasan ini. Dibandingkan hutan tropis yang tumbuh di tanah mineral, lahan gambut tetap menjadi misteri bagi ilmu pengetahuan modern. Karena itu, mempelajarinya dapat menjadi kunci untuk memulihkan perubahan iklim.

Bekerja sama dengan mahasiswa, ilmuwan, dan lembaga penelitian dari seluruh dunia, RER telah berkembang menjadi pusat pengetahuan yang penting, di mana emisi gas rumah kaca dari lingkungan perkebunan, hutan yang terdegradasi, dan hutan utuh dapat dikaji dan dipahami dengan lebih baik. Sebuah studi yang dilakukan selama lima tahun baru-baru ini memberikan wawasan yang belum pernah ada sebelumnya tentang perkiraan emisi untuk lanskap-lanskap ini, menyumbangkan kemajuan besar dalam pengembangan praktik manajemen lahan gambut yang efektif serta mitigasi perubahan iklim.

Namun, mungkin demonstrasi paling signifikan tentang pentingnya RER bagi iklim global terjadi pada tahun 2021, ketika inisiatif karbon RER di Semenanjung Kampar secara resmi dinobatkan sebagai salah satu proyek penghindaran emisi karbon terbesar di dunia, dengan total emisi yang dihindari mencapai lebih dari 373 juta ton CO2e yang diproyeksikan selama 57 tahun masa proyek.

Rawa lahan gambut di RER merupakan salah satu penyerap karbon paling berharga di dunia, dengan kemampuan untuk membentuk iklim kita secara signifikan di masa mendatang. Meskipun jalan menuju pemulihan lingkungan masih panjang, yang terjadi selama 10 tahun terakhir di Riau memberikan contoh kuat mengenai apa yang dapat dicapai dengan mengambil langkah-langkah yang benar. Melalui perpaduan regenerasi, kolaborasi, dan ilmu pengetahuan iklim, 10 tahun ini juga memberi kita pemetaan langkah untuk perjalanan ke depan.

RER Special Report 2023