September 09, 2025
Saat menjelajahi hutan Restorasi Ekosistem Riau (RER), para peneliti kerap melihat gerakan di antara pepohonan atau di lantai hutan. Melalui teropong dan lensa kamera jarak jauh, mereka kadang menangkap sosok dua hewan kecil yang lincah dan memikat: tupai (tree shrews) dan bajing (squirrel).
Meski bertubuh mungil, keduanya punya peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, bahkan ikut berkontribusi dalam proses restorasi hutan. Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam tentang peran unik mereka, serta mengulas biologi, perilaku, dan ekologi dari dua makhluk menarik ini.
Asal-usul Keluarga: Taksonomi dan Klasifikasi
Tupai termasuk dalam ordo Scandentia, sementara bajing merupakan anggota ordo Rodentia dan berada dalam keluarga Sciuridae. Bajing adalah hewan pengerat sejati yang berkerabat dekat dengan tikus, mencit, dan berang-berang. Sebaliknya, tupai justru lebih dekat hubungannya dengan primata dibandingkan dengan hewan pengerat.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa tupai memiliki beberapa karakteristik neurologis dan sensorik yang mirip dengan primata awal. Penemuan itu menjadikan mereka spesimen penting dalam studi kasus evolusi biologi.
Dari Gigi Hingga Ekor: Anatomi dan Ciri Fisik
Tupai memiliki tubuh ramping dengan kaki pendek dan moncong yang panjang dan runcing. Ekornya sering kali tampak berbulu lebat, meski tidak jauh berbeda dibandingkan dengan bajing. Gigi kecil dan tajamnya telah beradaptasi secara ideal untuk memakan serangga dan buah-buahan.
Sebaliknya, bajing memiliki tubuh yang lebih padat dengan kaki belakang yang kuat dan moncong yang lebih pendek. Ciri khas mereka yang paling mudah dikenali adalah ekor lebat yang mencolok, yang digunakan untuk menjaga keseimbangan dan berkomunikasi. Bajing juga memiliki gigi seri yang kuat, hasil evolusi untuk menggerogoti biji-bijian dan kulit kayu.
Fakta menarik tentang tupai adalah bahwa mereka memiliki rasio otak ke massa tubuh yang termasuk tertinggi di antara semua mamalia, menempatkan mereka setara dengan primata. Karena itulah, tupai sering digunakan dalam studi neurologi dan perilaku, termasuk penelitian tentang penglihatan, daya ingat, dan respons terhadap stres.
Dari Kanopi hingga Lantai Hutan: Habitat dan Ekologi
Tupai umumnya aktif di siang hari dan hidup di darat atau semi-arboreal (sebagian waktu di pepohonan). Mereka dapat ditemukan di hutan dataran rendah hingga perbukitan di Asia Selatan dan Asia Tenggara, mulai dari India Timur Laut dan Cina Selatan hingga Myanmar, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Di habitat ini, tupai sering terlihat di lantai hutan atau di semak rendah, mencari makanan.
Sebaliknya, bajing lebih banyak menghabiskan waktu di atas pohon. Mereka tinggal di kanopi hutan dan membangun sarang (disebut drey) di antara cabang-cabang pohon. Karena hidupnya sebagian besar di ketinggian, bajing sangat lincah dan pandai memanjat. Mereka sering terlihat melompat dari satu cabang ke cabang pohon lainnya. Gerakan akrobatik ini tak hanya membantu mereka menghindari predator, tetapi juga menjadi bagian dari ritual kawin mereka.
Berbeda dari banyak mamalia kecil lainnya, tupai aktif di siang hari dan lebih sering mencari makan di lantai hutan atau sekitarnya. Perilaku ini sangat kontras dengan bajing yang sebagian besar hidup di atas pohon. Bersama-sama, kedua kelompok ini menempati relung ekologi yang berbeda di hutan tropis seperti di RER.
Makanan dan Perilaku
Tupai adalah hewan omnivora, dengan makanan yang mencakup serangga, buah-buahan, vertebrata kecil, dan kadang-kadang nektar. Sementara itu, bajing umumnya bersifat herbivora, dengan makanan utama berupa buah, biji-bijian, kacang-kacangan, dan kulit kayu.
Selain dari apa yang mereka makan, tupai dan bajing juga bisa dibedakan dari perilakunya. Tupai biasanya hidup menyendiri dan bersifat teritorial. Hewan yang gesit dan bersifat tertutup ini berkomunikasi dengan meninggalkan aromanya. Mereka memiliki kelenjar bau di dada dan area genital yang digunakan untuk menandai wilayah serta jalur yang mereka lalui di hutan.
Menariknya, beberapa jenis tupai menunjukkan perilaku langka dalam dunia mamalia yang disebut absentee maternal care. Dalam perilaku ini, induk meninggalkan anaknya sendirian selama beberapa waktu dan hanya kembali beberapa hari sekali untuk menyusui.
Di sisi lain, beberapa spesies bajing dikenal sangat sosial (meski ada juga yang penyendiri). Kebanyakan dari mereka juga terkenal karena kebiasaan menyimpan cadangan makanan (atau dalam bahasa Inggris disebut “squirreling away“) untuk dikonsumsi di kemudian hari.
Peran Ekologis dan Regenerasi Hutan
Tupai berperan penting dalam mengendalikan populasi serangga serta membantu penyebaran biji dari tanaman berbuah. Mereka mengonsumsi serangga dalam jumlah besar seperti kumbang, semut, dan rayap, yang membantu menjaga keseimbangan populasi invertebrata di lantai hutan dan semak-semak atau pohon kecil. Bajing juga berfungsi sebagai penyebar biji yang efektif, dan kebiasaan mereka menyimpan biji-bijian ternyata punya peran tersembunyi namun krusial dalam regenerasi hutan.
Bisa dibilang, bajing adalah sahabat sejati hutan. Sepanjang tahun, mereka menyebar dan menyembunyikan biji serta kacang di ratusan celah kecil sebagai cadangan makanan. Namun, tidak semua biji berhasil mereka temukan kembali. Perkiraan terbaru menunjukkan bahwa bajing gagal mengambil kembali hampir tiga perempat dari biji yang mereka simpan, dan banyak dari biji yang “terlupakan” ini kemudian tumbuh menjadi pohon.
Penelitian di Amerika Utara bahkan menemukan bahwa hingga 30 persen pohon ek yang baru tumbuh di beberapa hutan berasal dari biji yang disimpan oleh bajing. Perilaku serupa juga ditemukan pada bajing di daerah tropis di Asia, termasuk bajing kelapa (Callosciurus notatus), yang membantu regenerasi spesies pohon seperti pala, durian, dan dipterokarpa.
Karena bajing meletakkan makanan cadangannya di berbagai area, mereka membantu memperluas jangkauan penyebaran biji dan meningkatkan peluang hidup biji-biji tersebut, terutama bagi pohon-pohon tropis berbiji besar yang sulit menyebar sendiri. Inilah yang menjadikan bajing ‘kawan’ penting dalam upaya memperluas dan memulihkan kawasan hutan seperti RER.
Dari Akar hingga Ranting: Konservasi di Hutan RER
Survei keanekaragaman hayati terbaru yang dilakukan di kawasan RER di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang telah selesai pada Juli 2024. Survei tersebut mengungkap betapa sehat dan beragamnya ekosistem di wilayah ini. Sebanyak 901 spesies berhasil tercatat, termasuk 78 mamalia, 106 amfibi dan reptil, 319 burung, 207 jenis tumbuhan, 89 ikan, serta 102 spesies odonata (capung dan capung jarum).
Tak satu pun dari spesies ini hidup sendirian. Semuanya terhubung dalam jaringan kehidupan yang saling bergantung, di mana makhluk sekecil apa pun punya peran penting dalam menjaga keseimbangan dan kesehatan ekosistem hutan. Tupai dan bajing mungkin terlihat kecil dan sepele, namun mereka memberi kontribusi besar dalam komunitas penghuni hutan ini.
Keduanya membantu mengendalikan populasi serangga, menyebarkan biji, dan menjaga dinamika yang sehat di lantai hutan. Dinamika ini menjadi fungsi yang sangat penting, khususnya di zona restorasi. Kehadiran mereka mencerminkan keberagaman secara ekologis, dari waktu ke waktu, dalam ekosistem rawa gambut yang dipulihkan seperti di RER, Indonesia.
Bagi para peneliti dan tim lapangan yang bekerja di sini, melihat mamalia kecil dan karismatik ini, baik di pucuk pohon maupun di lantai hutan, menjadi pertanda jelas bahwa ekosistem berada dalam kondisi sehat. Tupai dan bajing juga menjadi pengingat bahwa setiap kali kita mengamati lebih dekat keanekaragaman hayati di RER, selalu ada lapisan pemahaman dan fakta baru yang menanti untuk ditemukan.