November 26, 2025

Mitigasi Konflik di Skala Lanskap: Wawasan dari Pelatihan Konflik Satwa Liar RER

Manusia dan satwa liar hidup berdampingan di dalam area konsesi Restorasi Ekosistem Riau (RER), dan kondisi ini dapat memicu konflik. Kompetisi ruang atau sumber daya ini dapat mempengaruhi mata pencarian masyarakat dan, pada akhirnya, memicu respons yang berpotensi menyebabkan cedera atau bahkan kematian pada satwa liar.

Sebagaimana didefinisikan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia (Permenhut 48/2008), konflik manusia-satwa liar adalah setiap interaksi antara manusia dan satwa liar yang berdampak negatif pada kehidupan sosial, ekonomi, atau budaya, serta pada konservasi satwa liar dan/atau lingkungannya.

Untuk membantu menghadapi tantangan ini, RER bekerja sama dengan BBKSDA Riau untuk menyelenggarakan Pelatihan Mitigasi dan Penanganan Konflik Satwa Liar bagi staf RER dan masyarakat setempat. Tujuannya jelas: keberhasilan konservasi terlihat ketika manusia dan satwa liar dapat hidup berdampingan dengan aman dan sejahtera.

Penyebab Konflik Manusia dan Satwa Liar

Akar konflik antara manusia dan satwa liar bersifat kompleks dan berlapis, tidak hanya soal perebutan sumber daya, tetapi juga dipengaruhi oleh tekanan yang lebih luas. Faktor utama yang teridentifikasi selama pelatihan mencakup alih fungsi habitat, kompetisi dalam mendapatkan sumber daya seperti makanan dan air, perburuan ilegal, kebakaran hutan, serta faktor operasional seperti pola panen.

Jenis satwa yang paling sering terlibat dalam konflik di wilayah ini antara lain harimau Sumatra, beruang madu, dan buaya. Buaya menjadi ancaman yang paling sering dirasakan oleh para nelayan setempat.

“Saya sering melihat buaya saat memancing. Pernah suatu kali, setelah saya mengangkat pengilar (jaring ikan), perahu saya tiba-tiba didorong oleh seekor buaya. Saya langsung menepi karena buayanya tetap menunggu di bawah permukaan sungai,” cerita Nasir, seorang nelayan setempat.

Untuk menghadapi tantangan ini, strategi diarahkan oleh tiga prinsip utama dalam pengelolaan manusia–satwa liar: mengakui bahwa manusia dan satwa sama pentingnya, memahami bahwa solusi harus disesuaikan dengan kondisi lokasi, dan menekankan bahwa penanganan harus menjadi tanggung jawab banyak pihak pada skala lanskap.

Tiga Prinsip Tindakan untuk Pencegahan dan Respons

Pelatihan ini merumuskan pendekatan RER ke dalam tiga prinsip terpadu yang mencakup mitigasi struktural, kesiapsiagaan, dan pola pikir.

1. Mitigasi Struktural: Peralatan dan Deteksi Dini
RER menggunakan teknologi dan perlengkapan lapangan untuk mencegah pertemuan langsung antara manusia dan satwa. Langkah struktural ini mencakup:

2. Mitigasi Non-Struktural: Edukasi, Toleransi, dan Kapasitas

Pendekatan non-struktural berfokus pada perubahan perilaku dan penguatan kapasitas masyarakat melalui edukasi. Pelatihan ini bertujuan untuk mencapai tiga hal: mencegah konflik manusia–satwa liar, meningkatkan toleransi masyarakat terhadap satwa, serta memperkuat kemampuan masyarakat dalam menangani situasi awal sebelum tim khusus tiba.

Perubahan perilaku membutuhkan pergeseran dari respons spontan dan reaktif menjadi tindakan yang terencana dan berdasarkan pengetahuan, dengan prinsip hidup berdampingan. Hal ini mencakup perilaku pencegahan seperti mengamankan hasil panen agar tidak menarik satwa liar, serta menyesuaikan kegiatan harian untuk menghindari koridor pergerakan satwa.

Selain itu, sikap masyarakat juga perlu berubah. Bukan lagi merespons satwa dengan tindakan balasan setelah insiden, tetapi mengikuti protokol respons yang aman. Melalui kegiatan pelatihan seperti lokakarya dan penyebaran informasi, masyarakat dan jagawana RER dibekali pengetahuan penting mengenai perilaku satwa. Pengetahuan ini membantu mereka mengusir satwa dengan cara yang aman tanpa melukai, sekaligus memastikan semua pihak mengetahui jalur pelaporan resmi agar penanganan dapat dilakukan dengan cepat dan profesional.

Selain itu, sikap masyarakat juga perlu berubah. Bukan lagi merespons satwa dengan tindakan balasan setelah insiden, tetapi mengikuti protokol respons yang aman. Melalui kegiatan pelatihan seperti lokakarya dan penyebaran informasi, masyarakat dan jagawana RER dibekali pengetahuan penting mengenai perilaku satwa. Pengetahuan ini membantu mereka mengusir satwa dengan cara yang aman tanpa melukai, sekaligus memastikan semua pihak mengetahui jalur pelaporan resmi agar penanganan dapat dilakukan dengan cepat dan profesional.

3. Konservasi sebagai Aset, Bukan Ancaman

Upaya mitigasi juga mencakup perubahan cara pandang. RER mendorong masyarakat untuk terlibat dalam pelaporan dini, pemantauan satwa, dan penerapan protokol respons yang aman seperti yang telah dipelajari dalam pelatihan. Langkah-langkah ini bertujuan menumbuhkan pemahaman bahwa satwa liar adalah aset yang dilindungi, bukan sekadar ancaman. Keterlibatan ini diharapkan dapat mengubah peran masyarakat dari pihak yang terdampak konflik menjadi mitra aktif dalam upaya konservasi.

Pelaporan dan Pemantauan

Protokol penanganan konflik manusia–satwa liar mencakup sejumlah langkah setelah insiden terjadi, dilaksanakan oleh Satuan Tugas Penanganan Konflik, yaitu:

  1. Respons Pascainsiden: Melakukan pemeriksaan lokasi secara langsung, memverifikasi kronologi kejadian, serta mengambil tindakan yang diperlukan baik untuk manusia maupun satwa (misalnya evakuasi atau relokasi).
  2. Pelaporan: Menyusun laporan lengkap yang memuat kronologi kejadian serta berita acara resmi dari seluruh tindakan yang dilakukan, baik yang berkaitan dengan penanganan satwa maupun penanganan terhadap manusia.
  3. Pemantauan: Setelah intervensi dilakukan, baik berupa pengusiran maupun relokasi, pemantauan satwa secara berkala tetap diperlukan untuk memastikan keberhasilan upaya mitigasi dan mencegah insiden serupa terulang kembali.

“Sejauh ini, kami terus mempelajari karakteristik unik masing-masing spesies. Hasilnya, hingga saat ini belum pernah terjadi konflik yang berdampak negatif antara satwa liar dan manusia di area RER,” ujar Yoan Dinata, Conservation Manager RER.

Pada akhirnya, hidup berdampingan adalah satu-satunya jalan menuju masa depan yang berkelanjutan.

Laporan Kemajuan RER 2024