April 21, 2020

Srikandi – Srikandi RER

Woods are lovely, dark and deep
But I have promises to keep
— Robert Frost, poet

Sebagai orang yang tinggal di kota, hutan terkesan sebagai tempat yang jauh, bahkan mengerikan. Di Indonesia, kegiatan pencinta alam dan pekerjaan yang berkaitan dengan alam cenderung banyak dikaitkan dengan laki-laki dan maskulinitas.

Akan tetapi di RER kami beruntung punya tim yang beragam, termasuk Dr. Chela Powell, Manajer Restorasi RER, dan Tiurma Rosinta, Staf Komunikasi RER. Mereka melakukan pekerjaan yang berbeda, namun dengan latar belakang yang kurang-lebih sama. Chela memiliki gelar PhD di bidang Biologi Konservasi, sedangkan Tiurma merupakan lulusan jurusan Biologi Molekuler. Keduanya sama-sama memiliki semangat dan kecintaan terhadap alam.

rer-srikandi-indonesia

DR. CHELA POWELL, MANAJER RESTORASI RER. IA HAUS MENYEIMBANGKAN PERANNYA SEBAGAI SEORANG IBU DAN PEKERJA YANG MENCARI NAFKAH DI NEGARA ASING.

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di RER, Chela sudah memberikan beberapa kontribusi penting, mulai dari melakukan kajian spesifik spesies hingga menyempurnakan rencana manajemen dan restorasi RER. Ia juga membantu meningkatkan mutu tulisan dan materi terbitan ilmiah RER.

Akan tetapi, di tengah kesibukan kerja dan kunjungan lapangan ke hutan  Semenanjung Kampar , Chela masih meluangkan waktu untuk anaknya yang berusia dua tahun dan juga suaminya.

“Begitu pekerjaan hari itu selesai, pekerjaan berikutnya sudah menanti di rumah, berganti peran menjadi seorang ibu,” ujar Chela.

Chela mengatakan bahwa waktu ia muda, ibunya mengajarkan bahwa tidak ada batasan baginya untuk menjalani hidup, dan bahwa ia harus selalu memperjuangkan hal-hal yang mengobarkan minat dan semangatnya. Hal ini menjadi prinsip yang selalu ia pegang.

Di awal kariernya, ada masa-masa di mana ia perlu membuktikan bahwa ia mampu bekerja. Namun setelah bertahun-tahun menjalani hidup, ia menyadari bahwa kemampuan tidak bisa dipisahkan dari sikap dan pengalaman.

Sebagai penggemar Sir David Attenborough, Chela meyakini bahwa upaya mengedukasi masyarakat tentang alam dan lingkungan seyogyanya tidak dilakukan menggunakan angka-angka yang menyeramkan atau mematahkan semangat (meski kadang memang demikian adanya). Inilah sebabnya mengapa pekerjaan yang ia jalani di RER sungguh penting.

Sejak hari pertama bekerja, ia terus membantu RER mengabarkan hal-hal positif, termasuk temuan satwa dan tumbuhan, perbaikan tutupan hutan, hutan gambut yang terus lembap di sepanjang musim kebakaran tahun 2019 yang mengerikan, serta, yang terbaik dari semuanya, untuk pertama kalinya ada spesies yang hampir punah dan tidak pernah diketahui keberadaannya di Sumatra yang berhasil tercatat.

Spesies kucing ini merupakan salah satu spesies kucing di dunia yang tidak banyak diketahui dan langka. Chela saat ini memimpin tim RER dalam mempelajari sebaran dan kebutuhan habitat satwa ini, serta mengembangkan rencana pengelolaan konservasi untuk spesies ini di Semenanjung Kampar.

Namun secara pribadi, spesies di RER yang paling memikat perhatiannya ialah Trenggiling Sunda. Satwa ini merupakan satu-satunya mamalia yang memiliki sisik dan masuk kategori Kritis (CR) dalam Daftar Merah IUCN. Trenggiling banyak diburu demi daging dan sisiknya yang digunakan sebagai obat, meski tidak ada bukti bahwa obat tersebut manjur.

Terlepas dari tampilannya, Trenggiling Sunda sesungguhnya merupakan hewan yang sangat menarik, ujar Chela. Trenggiling betina kerap menjaga anaknya di sarang mereka atau di lubang pada batang pohon, namun ketika mereka keluar untuk mencari semut dan serangga untuk makan, induk trenggiling akan membawa serta bayi mereka di ekornya.

“Saya merasa sangat terhormat dapat bekerja melindungi dan memulihkan habitat spesies yang unik dan sangat terancam punah ini,” Chela menambahkan.

rer-srikandi

TIURMA ROSINTA, STAF KOMUNIKASI RER. DI USIANYA YANG RELATIF MUDA, IA HARUS BERHADAPAN DENGAN ANGGAPAN UMUM BAHWA PEREMPUAN TIDAK COCOK BERADA DI HUTAN.

Dengan bergabung di RER, Tiur mengambil jalur yang menyimpang cukup jauh dari latar belakangnya. Lulus dari jurusan biologi molekuler, hari-hari kuliahnya banyak dihabiskan di lab melakukan ekstraksi DNA, memilah partikel menggunakan elektroforesis, melakukan uji PCR (Polymerase Chain Reaction), dan menganalisis sampel lab.

Akan tetapi, sebagai bagian dari tim Komunikasi RER, saat ini Tiur mengelola akun digital dan media sosial RER, dan juga ikut serta menangani kunjungan ke RER dan acara-acara lain yang diselenggarakan oleh RER.

Tiur menjadi garda depan memastikan bahwa semua berita tentang RER tersampaikan pada masyarakat dengan akurat dan bertanggung jawab, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang RER melalui media sosial.

Meski ia telah menggantung jas lab selamanya, Tiur tidak merasa keberatan, karena ia benar-benar menikmati bekerja di RER.

“Suara panggilan Owa Ungko, cereceh kicau burung penyanyi, suara air mengalir di Sungai Serkap, dan gemerisik daun yang tertiup angin di hutan – semuanya sungguh menyegarkan sebagai pengganti kerja di balik meja yang garing dan membosankan,” ujar Tiur.

Empat tahun yang telah dilalui di RER selalu penuh momen bagi Tiur. Semakin ia terlibat dengan hutan, semakin takjub ia dibuatnya. Satu pengalaman yang tidak akan pernah ia lupakan ialah ketika di tahun 2019 ia ikut serta dalam upaya penyelamatan Harimau Sumatra yang terkena perangkap di luar area konsesi RER.

“Saya nyaris menangis ketika melihat kondisinya. Sang raja hutan terbaring lemah dan memerlukan perawatan intensif karena luka-luka akibat perangkap yang dipasang oleh para pemburu liar,” ujar Tiur saat menceritakan pengalamannya.

Terlepas dari hal itu, Harimau Sumatra tetap merupakan satwa yang paling menggelitik perhatian Tiur. Ketika anak harimau mencapai usia remaja, induk harimau akan mengusir mereka, dan harimau muda ini harus mulai berburu untuk dirinya sendiri dan menguasai teritorinya sendiri. Akan tetapi, terkadang induk harimau masih mengurusi anaknya dengan memberi sisa mangsa hasil buruannya – induk harimau tetaplah ibu bagi anak-anaknya, ujar Tiur.

Momen menarik lainnya terjadi pada bulan Februari tahun ini, ketika Tiur menjadi bagian dari tim proyek pembuatan film dokumenter untuk RER, yang membuatnya harus berkemah di hutan selama lebih dari dua minggu. Selama perjalanan itu, ia tersadarkan akan nilai kemudahan yang ditawarkan kota, karena ia harus hidup tanpa akses telepon atau internet, mandi di air sungai yang berwarna pekat gambut, dan tidur di tenda kecil ditemani nyamuk dan serangga lain. Akan tetapi ia bisa mendapat pemandangan langka: menatap Bima Sakti dan langit penuh bintang tiap malam dengan jelas dan tanpa gangguan.

RER Special Report 2023