Juni 16, 2023

Lima Perbedaan Utama Nila dan Mujair

Bagi nelayan Indonesia dan keluarganya, tilapia merupakan sumber pangan yang berkelanjutan sekaligus sumber pendapatan yang dapat diandalkan. Terdapat dua spesies dari genus ini yang begitu populer sejak diperkenalkan ke pantai nusantara, dan telah menjadi andalan proyek tambak, perikanan, dan akuakultur Indonesia.

Sejak diperkenalkan ke Indonesia, ikan nila (Tilapia nilotica) dan mujair (Tilapia mossambica) telah mereguk kesuksesan besar, beradaptasi dengan baik pada berbagai kondisi sulit dan tumbuh subur di tempat di mana ikan lain cenderung kesulitan. Baru-baru ini, program breeding selektif yang digalakkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menciptakan jalur baru dan membuka peluang baru bagi nelayan.

Karena tilapia terus tumbuh dalam konteks jumlah, nilai, dan popularitas, ada baiknya bertanya: Dari mana asalnya? Bagaimana mereka hidup? Apa yang membuat mereka sukses beradaptasi? Dan bagaimana kita bisa mengelolanya secara efektif? Dalam artikel ini, kita akan membahas dua spesies impor paling populer di Indonesia untuk mencari jawabannya. Berikut adalah lima perbedaan utama antara ikan nila dan mujair:

1. Penampilan fisik

Ikan mujair dewasa dapat tumbuh hingga panjang mencapai 40 cm (16 inci) dan berat mencapai 2 kg (4,5 lbs). Sebagai perbandingan, ikan nila bisa mencapai 60 cm (24 in), dan berat 5kg (11 lbs). Baik pada ikan nilai maupun mujair, jantan cenderung tumbuh lebih cepat dan lebih besar dari betina. Ikan nila berwarna coklat atau abu-abu, biasanya dengan beberapa garis di tubuhnya – terutama di bagian ekor. Selama musim kawin, pejantan akan mengembangkan warna kemerahan pada siripnya. Sementara itu, ikan mujair kurang berwarna, tetapi memiliki sirip punggung panjang yang khas dengan duri di ujungnya.

2. Habitat

Berasal dari Afrika Tenggara, mujair biasanya lebih suka hidup di air yang bergerak lambat seperti sungai, kanal, dan anak sungai. Mereka juga dapat ditemukan di hulu muara dan laguna pesisir. Ikan yang kuat dan mudah beradaptasi ini bisa hidup di mana saja – mereka bahkan muncul di selokan perkotaan dan air asin. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan berbagai habitat telah membuat mujair tersebar luas dengan sukses.

Nila pun berasal dari wilayah Afrika lainnya yang lebih luas, dan dapat ditemukan di danau dan sungai dari Mesir hingga Gambia dan cekungan Danau Chad. Nila juga telah diperkenalkan ke banyak tempat lain di seluruh dunia, berhasil menjajah sungai di Eropa, Asia, Amerika Utara, dan Amerika Selatan. Seperti varietas mujair, kemampuan beradaptasi telah menjadi kunci keberhasilan nila – mereka dapat hidup di sebagian besar habitat air tawar, termasuk sungai, danau, dan kolam; tetapi juga dapat bertahan hidup di air payau atau asin pada berbagai suhu.

3. Rentang hidup

Ikan mujair dan nila dapat hidup hingga (dan terkadang lebih dari) 10 tahun. Ikan nila mencapai kematangan seksual di ukuran sekitar 10-30 cm (4-12 inci), dan hanya berkembang biak saat suhu air di atas 20°C (68°F). Mereka membangun sarang, bertelur setiap 30 hari, dan mengerami telur di mulut mereka.

Mujair merawat anak mereka lebih lama daripada kebanyakan ikan lain

Mujair memiliki banyak kemiripan dengan nila dalam hal ini; mereka juga merupakan ibu yang mengerami telur di mulut, dengan jantan membuat sarang bagi betina untuk mengerami telurnya. Namun, ikan mujair merawat anak mereka lebih lama daripada kebanyakan ikan lainnya, dan diyakini hal ini menciptakan ikatan sosial antara ikan mujair dewasa dan ikan muda.

4. Makanan

Mujair akan memakan apa saja. Sebagai omnivore, mujair akan memakan ganggang, tanaman, invertebrata, dan terkadang bahkan ikan lainnya. Karena mereka tidak bergantung pada satu sumber makanan tertentu, mereka dapat menjajah banyak lingkungan yang berbeda. Seperti sepupu Mozambik mereka, ikan nila juga memiliki pola makan yang beragam. Mereka akan menyantap fitoplankton dan ganggang, sambil juga mengincar larva serangga seperti nyamuk.

5. Manfaat

Kecintaan ikan nila pada jentik nyamuk menjadikan mereka sekutu yang berguna dalam perang melawan malaria di Afrika. Di beberapa tempat, mereka dibudidayakan khusus untuk tujuan ini. Tetapi karena ikan ini adalah pengelana yang hebat, mereka menawarkan keuntungan bagi nelayan secara luas. Ikan mujair dapat hidup di semua jenis air; sebagai hasilnya, mereka adalah sumber data toksisitas logam yang berguna untuk studi tentang penilaian risiko untuk spesies air tawar lokal.

Di Indonesia, ikan mujair merupakan sumber makanan dan pendapatan yang dapat diandalkan bagi nelayan tradisional. Ikan ini dapat dibudidayakan dalam air berkualitas rendah sekalipun, dan dengan senang hati akan menyantap pakan nabati yang murah seperti kedelai atau jagung. Hal ini membuat mereka sangat cocok untuk akuakultur. Bagi nelayan lokal dan keluarganya, hal ini menjadikan ikan nila Mozambik sebagai ikan yang sangat bermanfaat.

Sahabat Nelayan: Kecintaan Indonesia pada Tilapia

Meskipun mereka bukan asli Indonesia, tilapia telah menjadi tambahan yang disambut baik dan sukses di perairan negara ini. Sifat tahan banting dan keserbagunaannya membuatnya mudah untuk dirawat, dan petani menggunakan segala macam metode untuk membudidayakannya – mulai dari kolam tanah tradisional dan sistem sungai payau, hingga keramba, dan sistem bioflok yang lebih kompleks.

Tilapia memiliki rentang hidup yang panjang dan tingkat perkembangbiakan yang cepat

Seperti banyak spesies impor ke tanah Indonesia, tilapia telah berkembang dan menjadikan nusantara sebagai rumah mereka. Dalam dekade terakhir saja, produksi tilapia telah tumbuh hampir 300 persen (dari 400.000 ton pada tahun 2010 menjadi 1,1 juta ton pada tahun 2020), menggantikan ikan mas sebagai spesies yang paling banyak dibudidayakan di negara ini. Menengok ke belakang selama 20 tahun terakhir, setidaknya 10 garis keturunan baru tilapia telah dikembangkan oleh para peneliti di Indonesia, dirancang dengan mempertimbangkan kondisi perikanan Indonesia.

Dengan umur yang panjang, daging yang lezat, dan tingkat perkembangbiakan yang cepat, nila dan mujair menjadi sumber makanan dan pendapatan yang dapat diandalkan dan berkelanjutan bagi nelayan Indonesia. Penjajah yang hebat ini dapat membantu mengurangi penyakit dan memberikan indikasi yang jelas tentang kualitas air yang dapat mendukung pengenalan spesies akuakultur lainnya. Mereka adalah orang tua dan perintis yang hebat. Selama bertahun-tahun, mereka telah menafkahi para nelayan Indonesia; di seluruh nusantara, tilapia di kolam berarti makanan di atas meja dan uang di dompet.

Peringatan: menyeimbangkan aspek positif dan negatif ikan nila

Meskipun banyak dampak positif dari tilapia, ada juga potensi aspek negatif dari kesuksesan perkembangan mereka. Sebagai spesies invasif, mereka menimbulkan ancaman bagi rekan asli mereka di ekosistem air tawar Indonesia dengan bersaing untuk mendapatkan sumber daya vital seperti nutrisi, cahaya, ruang, dan air. Dengan mengingat hal ini, penting untuk mengelola populasi ini secara bertanggung jawab dan menjaga keutuhan ekologis habitat air tawar di Indonesia.

Studi kasus peringatan datang dari India, di mana ikan nila dan mujair diperkenalkan ke sistem sungai untuk meningkatkan ketahanan pangan. Sifat tahan banting dan kemampuan beradaptasi alami mereka membuat mereka sukses secara instan – populasi penangkaran segera menyebar ke saluran air, dan tilapia mulai bersaing dengan populasi liar, mendorong mereka ke pinggiran panggung keanekaragaman hayati.

Pelajaran yang didapat dari pengalaman India dengan tilapia sangat berharga. Mereka menunjukkan kepada kita bahwa, meskipun pengenalan spesies non-asli dapat menawarkan banyak manfaat bagi ketahanan pangan, mata pencaharian, dan bahkan pencegahan penyakit, integrasi mereka perlu dikelola dengan hati-hati dan kita harus memiliki pemahaman yang jelas tentang potensi risiko yang ditimbulkannya terhadap ekosistem lokal.

Untuk itu, RER berupaya mengedukasi masyarakat lokal dan nelayan tentang potensi resiko yang bisa disebabkan dari aktivitas introduksi spesies asing atau invasive di dalam ekosistem seperti RER

RER Special Report 2023