November 14, 2025
Mencakup area seluas 150.693 hektare di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang di Sumatra, kawasan Restorasi Ekosistem Riau (RER) menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati yang luar biasa. Survei terbaru kami yang diselesaikan pada Juni 2025 mencatat total 901 spesies berbeda, termasuk 78 mamalia, 106 amfibi dan reptil, 319 burung, 207 tumbuhan, 89 ikan, dan 102 odonata (capung dan capung jarum).
Di antara beragam satwa tersebut, terdapat dua spesies primata: Beruk (Macaca nemestrina) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Mereka kerap salah dikenali karena penampilannya yang mirip. Lalu, bagaimana cara membedakan keduanya? Apa peran masing-masing dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan gambut? Dan bagaimana kita berupaya mendukung konservasi kedua spesies ini di RER?
Dalam artikel ini, kami akan membahas lima perbedaan utama antara beruk dan monyet ekor panjang, sekaligus mengulas bagaimana RER melindungi keduanya. Mari kita mulai.
1. Perbedaan Taksonomi
Beruk (Macaca nemestrina) dan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) sama-sama termasuk dalam genus Macaca dari famili Cercopithecidae (kelompok monyet Dunia Lama). Berikut penjelasan yang sedikit lebih mendetail mengenai perbedaan taksonomi mereka:
Memahami perbedaan taksonomi ini membantu peneliti mengidentifikasi masing-masing spesies dengan benar dalam kegiatan pemantauan keanekaragaman hayati yang dilakukan di RER. Namun, metode pertama untuk membedakan keduanya biasanya dari ciri fisiknya.

2. Ciri Fisik
Sesuai dengan namanya, beruk (pig-tailed macaque dalam Bahasa Inggris) memiliki ekor pendek yang melengkung ke atas seperti ekor babi, sedangkan monyet ekor panjang memiliki ekor yang jauh lebih panjang. Perbedaan mencolok lainnya terletak pada ukuran tubuhnya. Beruk memiliki berat antara 5–15 kilogram dengan bulu berwarna cokelat kekuningan dan punggung yang lebih gelap, sementara monyet ekor panjang umumnya berukuran lebih kecil dan bertubuh lebih ramping. Mengenali ciri fisik ini membuat proses identifikasi dan pemantauan di lapangan menjadi lebih akurat.


3. Habitat dan Sebaran di RER
Data terbaru dari kamera jebak RER menunjukkan bahwa kedua spesies ini sama-sama ditemukan di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang.
4. Perilaku dan Pola Makan
Monyet ekor panjang sangat mudah beradaptasi dan memiliki makanan yang beragam, termasuk kepiting dan hewan air lainnya (itulah sebabnya mereka juga dijuluki crab-eating macaque). Spesies ini kadang mencari makanan di sekitar permukiman manusia. Akibatnya, mereka sering disebut sebagai “geng” atau “pencuri,” terutama di daerah perkotaan. Sebutan ini mencerminkan perilaku mereka yang berani, sekaligus kecenderungan manusia untuk memandang satwa liar tertentu seolah-olah memiliki sifat manusia—dan kadang menganggapnya sebagai gangguan.
Berbeda dengan itu, beruk tidak memiliki akses atau kebiasaan makan satwa akuatik atau pesisir seperti kepiting, meskipun mereka dikenal sebagai pemanjat yang andal dan menyukai air. Mereka biasanya hidup dalam kelompok besar yang akan terpisah saat makan, dan berkomunikasi dengan cara mengerucutkan bibir. Makanan utama Beruk meliputi buah-buahan, biji-bijian, jamur, dan invertebrata.
5. Peran Ekologis dan Status Konservasi
Kedua spesies ini memiliki peran penting dalam ekosistem sebagai penyebar biji. Kehadiran mereka di kawasan RER menjadi indikator kesehatan lanskap hutan. Namun, keduanya juga tercatat dalam Daftar Merah IUCN karena kombinasi ancaman berupa perburuan, eksploitasi, dan hilangnya habitat akibat deforestasi.
Baik Beruk maupun Monyet Ekor Panjang dikategorikan sebagai Terancam Punah (Endangered/EN) dalam Daftar Merah IUCN. Hilangnya habitat dan perburuan menjadi ancaman utama bagi kelangsungan hidup mereka di alam liar. Monyet ekor panjang bahkan termasuk salah satu primata yang paling banyak diperdagangkan di dunia; banyak yang ditangkap untuk dijadikan hewan peliharaan, digunakan dalam pengobatan tradisional, dan terutama dipakai dalam penelitian biomedis di laboratorium.

Upaya RER untuk Melindungi Beruk dan Monyet Ekor Panjang
RER secara aktif memantau kedua spesies ini melalui kamera jebak dan survei di seluruh kawasan Semenanjung Kampar. Hasilnya menjanjikan. Data menunjukkan bahwa meskipun menghadapi berbagai tantangan di wilayah lain, populasi monyet ekor panjang di Pulau Padang justru berkembang pesat (Laporan Kemajuan RER 2024, hlm. 18) dan bahkan tercatat sebagai “spesies paling melimpah di pulau tersebut.”
RER melindungi habitat melalui kegiatan patroli, penutupan kanal lama, serta keterlibatan masyarakat untuk mengurangi ancaman seperti perburuan, penebangan liar, dan kebakaran hutan – semua memberikan manfaat bagi kedua spesies primata ini. Kunci dari pendekatan ini adalah riset dan kolaborasi; berkat kerja sama dengan berbagai lembaga perlindungan satwa liar.
Pemantauan spesies seperti beruk dan monyet ekor panjang sangat penting bagi upaya konservasi mereka. Seperti dijelaskan oleh Yoan Dinata, Manajer Konservasi Keanekaragaman Hayati di RER: “Mengetahui perbedaan antara kedua monyet ini dengan tepat membantu kami menyesuaikan strategi perlindungan dan memahami bagaimana proses restorasi berdampak berbeda pada masing-masing spesies.”
Informasi lebih lanjut tentang upaya konservasi ini dan capaian terbaru dapat dibaca dalam Laporan Kemajuan RER 2024.
FAQs: RER dan Perlindungan Keanekaragaman Hayati
Q: Mengapa RER memantau beruk dan monyet ekor panjang secara terpisah?
A: Karena setiap spesies memiliki respons yang berbeda terhadap perubahan habitat. Data yang spesifik membantu RER merancang tindakan konservasi yang lebih baik.
Q: Bagaimana RER memperbaiki kondisi habitat bagi beruk dan monyet Ekor Panjang?
A: Dengan memulihkan hidrologi gambut, menanam pohon lokal, mengurangi kebakaran, serta bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk mendorong mata pencaharian berkelanjutan.
Q: Di mana saya bisa mengetahui lebih lanjut?
A: Kunjungi situs web RER dan baca Laporan Kemajuan terbaru untuk melihat detail lengkap, termasuk data kamera jebak, daftar spesies, dan capaian restorasi.
Tautan terkait dan bacaan lanjutan: