Februari 24, 2023

Hidupan Liar RER: Pohon Ramin

Gonystylus bancanus, atau lebih dikenal sebagai pohon ramin di Indonesia, merupakan spesies asli Indonesia dan Malaysia yang berfungsi sebagai habitat berbagai jenis hewan. Namun, eksploitasi berlebihan untuk kepentingan komersial, penggundulan hutan, degradasi habitat, dan konversi hutan membahayakan ramin, dan populasi yang masih bertahan di lingkungan aslinya kini sangat terbatas.

Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), ramin terdaftar sebagai Critically Endangered (CR)

Sekilas tentang Ramin (Gonystylus bancanus)

Apa yang menyebabkan populasi pohon ini diklasifikasikan sebagai terancam punah? Apa saja jenis upaya konservasi yang telah dilakukan untuk spesies ini, khususnya di Restorasi Ekosistem Riau? Ayo cari tahu.

Karakterisik pohon ramin
Kondisi pertumbuhan ramin yang ideal adalah di dataran rendah, rawa, atau kombinasi lingkungan gambut dan rawa seperti di RER. Anda bisa menemukan ramin di antara flora Kalimantan Tengah dan Sumatera Barat, yang keduanya kaya akan spesies tumbuhan endemik. Ramin juga dapat ditemukan di rawa-rawa pesisir Malaysia dan Brunei Darussalam.

Batang ramin berbentuk bulat dan dapat tumbuh hingga ketinggian 40–45 meter. Akar yang besar dan menonjol adalah ciri umum tanaman ramin.

Karakteristik lainnya dari spesies ini adalah bunga dan buahnya tidak mekar dan matang pada waktu yang sama setiap tahun karena musim mekar dan berbuah ramin tidak teratur. Waktu mekar pohon ini bervariasi tergantung di mana ia ditanam.

Misalnya, pohon ramin di hutan Kalimantan Barat mekar antara bulan Agustus dan Oktober, sedangkan di hutan Kalimantan Tengah mekar di musim semi, antara bulan April dan Mei. Selama delapan tahun terakhir, tidak ada pohon ramin di Kapuas, Kotawaringin, maupun Indragiri Hilir yang berbunga.

Ramin yang sedang dalam musim berbuah

Di Semenanjung Kampar, pohon ramin di RER biasanya berbunga dua tahun sekali. Bunganya biasanya mekar pada bulan Februari, dengan buah muncul pada bulan Mei dan Juni. Namun, menurut pantauan tim RER, pohon ramin sudah empat tahun tidak berbunga.

Hal ini cukup umum karena pohon ramin adalah spesies ‘masting’, yang berarti tanaman tidak menghasilkan benih tahunan secara konsisten, melainkan berganti-ganti antara tahun dengan panen benih yang melimpah dan tahun dengan hasil benih yang buruk. Anehnya, panen besar akan terjadi bersamaan pada pohon ramin yang hidup berdampingan.

Ramin digunakan untuk apa?
Berasal dari famili Thymelaeaceae, genus Gonystylus terdiri lebih dari 30 spesies yang tersebar hampir di seluruh wilayah Malesia. G. bancanus atau Ramin menjadi spesies utama dalam perdagangan karena kayunya yang relatif lunak cukup serbaguna untuk diubah menjadi bingkai foto, lantai, kayu lapis, cetakan, pasak, pagar, ukiran hingga kapal.

Salah satu genus, Funifera, bermakna “pembawa” (penyedia) tali karena kulit bagian dalamnya menghasilkan serat yang kuat yang dapat digunakan untuk membuat tali dan kertas. Kertas juga dibuat dari kulit pohon seperti Daphne, Edgeworthia, Rhamnoneuron, Thymelaea, Stellera, dan Wikstroemia, sedangkan tampilan menarik dari kulit bagian dalam spesies Lagetta, yang dikenal sebagai lacebark, digunakan dalam membuat garmen dan produk sehari-hari lainnya.

Kondisi konservasi dan inisiatif berkelanjutan
Kualitas Ramin yang baik menghasilkan permintaan kayu yang tinggi dan membuat kayunya telah dikirim ke seluruh Asia Tenggara dan diekspor hingga ke tempat-tempat seperti Italia, Amerika Serikat, Taiwan, Jepang, Cina, dan Inggris.

Namun, ada harga yang harus dibayar untuk popularitas ini. Pada tahun 2001, Indonesia meminta bantuan pihak CITES dalam mengatur pengiriman yang melanggar hukum dengan memasukkan ramin dalam Apendiks III CITES.

Di RER, langkah-langkah keamanan yang diperlukan pun telah diterapkan, meliputi pembentukan peran penjaga dan patroli formal hingga mengembangkan rencana pengelolaan dan perlindungan sumber daya masyarakat yang sesuai. RER juga bekerja sama dengan organisasi masyarakat di lapangan untuk mengembangkan solusi yang dapat diterapkan dan efisien dalam perlindungan spesies dilindungi ini.

Buah ramin berbentuk bulat dan terbuka secara alami saat matang

Tim RER juga menanam pohon ramin baru dengan menggunakan bijinya yang kami tanam di anakan alam kami.

Ada tujuh buah tempat persemaian di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang, di mana lebih dari 60 spesies pohon berbeda dipelihara, termasuk bibit pohon ramin. Stok bibit anakan alam dikumpulkan dengan tiga cara berbeda: bibit yang tercabut secara tidak sengaja, bibit yang secara tidak sengaja jatuh dari pohon di hutan, dan stek yang diambil dari pohon yang lebih tua dengan cara yang hati-hati dan selektif.

Biasanya, dibutuhkan waktu 12-18 bulan agar bibit anakan alam matang di persemaian hingga dianggap “siap tanam”. Sangat penting untuk memastikan bibit anakan alam mengembangkan akar, batang, dan daun yang kuat pada tahun pertamanya.

Staf pembibitan RER terus-menerus mengumpulkan bibit baru karena beberapa dari mereka pasti mati karena kaget saat dipindahkan, infeksi, gangguan serangga, atau kerusakan akar.

Seperti yang dikatakan Ekologi RER, Muhammad Iqbal, “menjaga hutan berarti menjaga setiap pohon yang ada di dalamnya. Hentikan penebangan pohon secara ilegal, hindari kebakaran hutan dan perambahan di kawasan hutan belantara. Patroli kawasan merupakan salah satu tindakan preventif yang dapat digunakan. Kami juga mendirikan pos jaga untuk mengawasi siapa saja yang masuk dan keluar RER. Selain itu, kami mengumpulkan benih dan anakan dari pohon ramin liar untuk ditanam kembali di pembibitan asli kami sebagai bagian dari upaya pengayaan kami.”

RER Special Report 2023