September 01, 2020

Hidupan Liar RER: Kucing Batu

Mari kita berkenalan dengan Kucing Batu (Pardofelis marmorata), kucing liar berukuran kecil yang masuk dalam famili Felidae (kucing).

Satwa ini merupakan salah satu dari lima spesies kucing liar Sumatra yang telah teridentifikasi di kawasan Restorasi Ekosistem Riau (RER) di Semenanjung Kampar. Kucing ini merupakan satwa asli kawasan timur Himalaya hingga Asia Tenggara. Satwa ini juga dijumpai di Indonesia.

Dalam Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), Kucing Batu sempat digolongkan sebagai spesies Rentan (Vulnerable) berdasarkan kajian tahun 2008, namun dalam kajian tahun 2015 status spesies ini membaik menjadi Hampir Terancam (Near Threatened). Satwa ini juga dilindungi berdasarkan Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species (CITES).

marbled-cats-rer.jpg

KUCING BATU SEMPAT DIGOLONGKAN SEBAGAI SPESIES RENTAN (VULNERABLE) BERDASARKAN KAJIAN IUCN TAHUN 2008, NAMUN DALAM KAJIAN TAHUN 2015 STATUS SPESIES INI MEMBAIK MENJADI HAMPIR TERANCAM (NEAR THREATENED)

Perubahan status Kucing Batu tidak bisa dipandang sebagai naiknya jumlah populasi aktual atau kurangnya ancaman terhadap spesies ini. Meskipun pengetahuan tentang lokasi keberadaan kucing batu makin bertambah, spesies ini masih belum banyak diketahui, dan pencatatan atas spesies ini juga relatif jarang di daerah jelajahnya, yang menghambat upaya untuk mengkaji statusnya secara akurat.

Tidak banyak yang diketahui tentang kondisi biologis dan perilaku mereka, kecuali dari hasil pengamatan di penangkaran. Satwa ini dikenal pandai memanjat, mampu menuruni pohon dengan kepalanya menjungkir ke bawah. Kucing ini diperkirakan banyak menghabiskan waktu di atas pohon, dan di masa lalu hal ini dianggap mengakibatkan kucing ini jarang terlihat.

Kucing Batu merupakan satwa teritorial, dan jangkauan rumah mereka biasanya mencakup wilayah seluas 2,2 mil persegi (atau 5,7 km). Mereka diperkirakan merupakan satwa nokturnal (aktif di malam hari) dan soliter (penyendiri), meskipun studi terbaru menunjukkan adanya aktivitas satwa ini di siang dan malam hari. Kebanyakan observasi atas kucing batu di RER dilakukan pada siang hari.

Di dalam RER, tim berhasil memperoleh beberapa gambar kucing batu melalui kamera jebak, termasuk ibu dan anak kucing.

Kucing Batu dan macan dahan memiliki kesamaan tampilan karena kedua spesies memiliki pola totol yang khas dan tidak beraturan di bulunya. Bulu rambut satwa ini tebal dan halus serta memiliki ragam warna mulai dari abu-abu kecoklatan hingga coklat kuning kemerahan dalam totol berukuran lebar yang warnanya lebih pucat di bagian tengah. Kucing ini memiliki totol berwarna hitam di bagian kakinya dan beberapa garis berwarna hitam di bagian kepala dan lehar.

Kucing Batu memiliki kepala yang pendek, lebih bulat dibandingkan dengan kucing lain, dengan dahi yang lebar dan pupil mata yang besar. Seperti macan dahan, kucing ini punya gigi taring atas yang relatif besar. Ekornya panjang dan berbulu lebat, sebagai bentuk adaptasi yang baik sesuai hidupnya di pepohonan. Berbagai jenis kucing akan menampakkan ekornya dalam aneka posisi: ekor kucing besar cenderung menggantung ke bawah, sedangkan spesies lain seperti kucing emas atau macan dahan dalam posisi tidak sedang berburu akan menaikkan ekornya. Akan tetapi ekor kucing batu tampak mendatar ketika mereka berjalan. Hal ini sama seperti kebiasaan macan dahan.

Kucing Batu memiliki bobot yang kurang lebih sama dengan kucing domestik yang berukuran besar, namun dengan kesan tubuh yang lebih langsing dan panjang.

Kucing Batu bersifat poligini, yang artinya satu ekor jantan kawin dengan beberapa betina. Musim kawin masih belum diketahui, dan bisa jadi berbeda antardaerah. Kucing Batu menjadi dewasa di usia 21 bulan. Seekor kucing betina dan anaknya terekam video di RER pada bulan Juli lalu.

Diperlukan lebih banyak penelitian dan pendalaman untuk memahami ekologi, sebaran, dan status Kucing Batu. Aspek penting yang perlu dipelajari ialah seberapa besar toleransi mereka terhadap hutan sekunder atau hutan yang terdampak gangguan dalam jangka panjang.

RER Special Report 2023