Desember 22, 2025
IUCN World Conservation Congress 2025 yang tahun ini diselenggarakan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, mempertemukan para pemimpin, ilmuwan, dan inovator dari berbagai penjuru dunia untuk mendorong solusi bagi perlindungan keanekaragaman hayati dan ketahanan iklim. Diselenggarakan setiap empat tahun oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN), kongres ini menjadi salah satu forum paling berpengaruh dalam membentuk arah kebijakan dan praktik konservasi di tingkat global.
Isu utama yang mengemuka dalam diskusi tahun ini adalah komitmen bersama untuk mempercepat penerapan solusi berbasis alam dalam menghadapi perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, serta kerentanan masyarakat. Dalam konteks tersebut, Restorasi Ekosistem Riau (RER) tampil sebagai contoh kuat bagaimana kolaborasi sektor swasta mampu memulihkan ekosistem dengan hasil yang terukur, sekaligus menghadirkan manfaat jangka panjang bagi manusia dan alam.

Platform Global untuk Solusi Berbasis Alam
Mewakili RER di Asia Pavilion, John Pereira, Head of Operations, menyampaikan paparan bertema “Beyond Extraction: Exploring Biodiversity Refugia in Indonesia Production Landscapes.” Dalam presentasinya, John menyoroti satu dekade perjalanan program RER dalam memulihkan hutan gambut di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang – sebuah inisiatif yang kini mencakup 150.693 hektare ekosistem gambut yang sebelumnya terdegradasi di Provinsi Riau, Sumatra.
Dalam sesi tersebut, John menekankan efektivitas model lanskap produksi-proteksi yang diterapkan oleh APRIL Group, salah satu produsen serat, pulp, dan kertas berkelanjutan terbesar dan paling maju secara teknologi di dunia. “Pendekatan lanskap produksi-proteksi yang diterapkan APRIL terbukti efektif dalam mencegah hilangnya hutan gambut lebih lanjut di Semenanjung Kampar di Sumatra,” ujar John dalam presentasinya. “Dampaknya turut mendukung pemulihan satwa liar di kawasan tersebut serta berkontribusi pada pencapaian target iklim Indonesia.”
Ia kemudian menjelaskan bagaimana program ini mengintegrasikan riset ilmiah, pengelolaan hidrologi, dan kemitraan dengan masyarakat untuk melindungi serta memulihkan ekosistem yang sebelumnya terancam oleh pembalakan ilegal dan pengeringan.
“Selama lebih dari satu dekade, RER berupaya menjadi contoh program konservasi yang digerakkan sektor swasta dan benar-benar berjalan efektif, baik untuk tujuan keanekaragaman hayati, iklim, maupun masyarakat,” kata John. “Kami terus berupaya memulihkan kawasan hutan yang sebelumnya terdampak pembalakan komersial selektif, kebakaran, dan aktivitas pembalakan ilegal sebelum RER dimulai.”

Poin-Poin Utama dan Hasil dari Kongres
Sesi yang diselenggarakan RER menarik perhatian signifikan dari para delegasi yang menaruh fokus pada restorasi lanskap, pemantauan keanekaragaman hayati, dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Pendekatan yang diterapkan RER, yaitu berbasis sains dan dijalankan melalui kolaborasi multipihak, dipresentasikan sebagai model nyata yang mampu menyelaraskan keutuhan ekologi dengan manfaat ekonomi dan sosial.
Dalam paparannya, John menyampaikan bahwa tim RER menerapkan praktik pengelolaan hidrologi tingkat lanjut untuk membasahi kembali gambut yang telah dikeringkan, mengurangi risiko kebakaran, serta menjaga kelembapan tanah di seluruh lanskap. Hingga tahun 2024, RER telah menyelesaikan restorasi hidrologi di lebih dari 11.000 hektare, termasuk penutupan 36 kanal drainase dan pembangunan 111 bendung untuk menahan air. Upaya-upaya ini berkontribusi pada capaian 11 tahun berturut-turut tanpa kebakaran di kawasan restorasi RER.
Sorotan penting lainnya dalam presentasi tersebut adalah skala dan keragaman spesies yang terdokumentasi di kawasan RER. Seperti disampaikan John dalam presentasinya, “RER menginvestasikan sumber daya yang signifikan untuk mengidentifikasi beragam spesies tumbuhan dan satwa, yang membantu menyempurnakan serta memperkuat strategi perlindungan dan restorasi hutan yang telah ada. Hingga saat ini, sebanyak 901 spesies tumbuhan dan satwa telah teridentifikasi di wilayah RER.”
Informasi lebih lanjut mengenai spesies-spesies tersebut dapat dilihat di bawah ini.
Data Terbaru dari Survei Keanekaragaman Hayati RER:
Selain itu, kawasan ini juga menjadi habitat bagi lima dari enam spesies kucing liar Sumatra serta delapan dari sembilan spesies rangkong yang ada di Sumatra.
Peran RER dalam Konservasi Global
Presentasi John di IUCN World Conservation Congress menempatkan RER sebagai contoh penting di tingkat global mengenai keterlibatan sektor swasta dalam upaya konservasi. RER menunjukkan bahwa inisiatif yang dipimpin oleh sektor bisnis mampu menghasilkan dampak lingkungan yang terukur dan berbasis sains.
Diluncurkan pada tahun 2013, RER beroperasi di bawah izin restorasi ekosistem selama 60 tahun yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Program ini merupakan bagian dari komitmen konservasi 1-for-1 oleh APRIL, yang mengalokasikan satu hektare kawasan konservasi atau restorasi untuk setiap satu hektare area perkebunan yang dikelola.
Melalui model ini, RER berkontribusi secara langsung terhadap:
Rangkaian upaya yang terintegrasi ini memastikan bahwa konservasi dan kesejahteraan masyarakat dapat berjalan bersama, sekaligus memperkuat model produksi-proteksi RER sebagai pendekatan yang dapat diterapkan secara luas untuk mendukung pertumbuhan yang tangguh terhadap perubahan iklim.
Pengakuan di Luar Indonesia
Dalam IUCN World Conservation Congress, RER diakui sebagai contoh bagaimana upaya restorasi yang dipimpin sektor swasta dapat melengkapi target konservasi global dalam Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework. Hasil yang dicapai RER selaras dengan sejumlah tujuan utama dalam Framework tersebut, termasuk restorasi ekosistem, perlindungan habitat penting, serta pengelolaan lanskap produktif secara berkelanjutan.
Kisah keberhasilan RER menunjukkan bahwa capaian konservasi yang terukur dapat diwujudkan ketika sains, pendanaan, dan kolaborasi di tingkat lokal, dalam bentuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat, berpadu dalam satu tujuan bersama. Seperti disampaikan John Pereira di akhir paparannya, pembelajaran dari satu dekade upaya RER menegaskan pentingnya ketekunan, kemitraan, dan pengelolaan adaptif dalam menghadapi tantangan ekologi yang kompleks.
Tautan Terkait